Skripsi
GEREJA DAN PASANGAN DI LUAR NIKAH:Suatu tinjauan teologis pastoral terhadap Peran Gereja bagi Pendampingan pasangan yang hidup bersama di luar Nikah di Jemaat Diaspora Danau Ina Oesapa
ABSTRAK
Pernikahan sebagai persekutuan hidup antara suami isteri merupakan suatu ikatan perjanjian resmi dan kuat dari seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk sebuah keluarga dan telah menjadi satu daging. Setiap pasangan yang akan menikah harus diberkati di gereja sesuai dengan kehendak Allah lewat pemberkatan nikah. Dalam kaitannya dengan hal ini maka hubungan suami istri adalah hubungan suci yang total dalam pernikahan resmi. Namun kenyataan di sekitar membuktikan bahwa pernikahan tidak dilihat sebagai sesuatu yang sakral. Hal ini terlihat jelas dalam realita kehidupan masa kini dimana banyak yang memilih hidup bersama di luar pernikahan. Hidup bersama di luar pernikahan tentu menjadi suatu persoalan yang serius meskipun banyak orang menganggap biasa saja. Mengapa? Karena hal itu menimbulkan penyimpangan terhadap pernikahan itu sendiri. Dan tentu berdampak dalam relasi dengan Allah, keluarga dan sesama. Fenomena hidup bersama di luar nikah juga terjadi di jemaat GMIT Diaspora Danau Ina Oesapa. Dari hasil penelitian ditemukan beberapa faktor yang menyebabkan pasangan hidup bersama di luar nikah yaitu faktor adat-istiadat dan keluarga, faktor ekonomi dan alasan lainnya. Dalam menyikapi fenomena ini, gereja telah berupaya melakukan pendekatan dan pendampingan pada waktu tertentu (bulan keluarga) namun tidak diresponi oleh jemaat karena lemahnya pemahaman mereka akan hakikat dari pernikahan itu sendiri. Ditambah lagi dengan perkunjungan dan pendmpingan pastoral gereja yang tidak efeektik dan efisien, karena hanya dilakukan pada bulan keluaraga. Menurut Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru hakikat pernikahan merupakan tindakan persekutuan, perjanjian dan panggilan hidup kudus yang menggambarkan kesatuan dengan Allah. Kaitan dengan kasus ini maka jemaat yang hidup demikian adalah jemaat yang menyimpang dari hakikat pernikahan oleh sebab itu pendampingan yang dilakukan harus menjawab persoalan sesuai dengan fungsi-funsi pastoral yakni menyembuhkan, mendukung, membimbing, memulihkan, memelihara/mengasuh. Untuk mencapai tujuan pastoral dalam menyikapi masalah ini, maka gereja harus menyadari bahwa persoalan ini bukan saja persoalan biasa tetapi harus disikapi secara serius oleh gereja dengan tahapan-tahapan pendampingan pastoral yang dimetaforiskan seperti : telinga (mendengarkan), hati (berempati), mulut (memberikan tanggapan refleksi), dan tangan (aksi). Tahapan inilah yang harus diperhatikan oleh gereja dalam melakukan pendampingan sehingga pendampingan itu dapat dilakukan seefektif mungkin tandap menunggu waktu tertentu. Menyikapi persoalan hidup bersama di luar pernikahan merupakan tangggungjawab gereja. Gereja harus melihat titik persoalan dan melakukan aksi pendampingan pastoral yang konkrit. Hal yang dapat dilakukan seperti seminar tentang pernikahan, baik secara umum maupun dalam pengajaran katekisasi, membangun kerjasama dengan pihak pemerintah dalam upaya pencegahan hidup bersama di luar pernikahan; meningkatkan pelayanan pastoral dari pihak pendeta, majelis dan jemaat secara bersama-sama sehingga ada kesinambungan di antaranya dan tidak menitik beratkan semua itu pada orang/kelompok tertentu saja. Kesadaran secara menyeluruh dari warga gereja penting agar semua pihak saling tolong-menolong untuk mencegah perkembangan hidup bersama ini di kalangan warga jemaat.
870/17 | PTK PUSAT UKAW | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Tidak di pinjamkan |
Tidak tersedia versi lain